Sehelai Kain Tenun, Simbol Cinta dari Bajawa
Kota Bajawa dengan latar Gunung Inerie (Sumber: http://endefloresntt.blogspot.co.id/2015/04/awal-berdirinya-kota-bajawa.html) |
Tak terasa waktu telah berlalu begitu panjang,
dua tahun lalu saya meninggalkan kota kecil Bajawa yang penuh dengan cerita. Lamunan
tentang kota itu selalu membayangi seluruh sel-sel otak saya. Begitu rindunya
dengan Bajawa, Ngada, Flores, kota di atas awan yang berhawa dingin.
Bajawa, yang teringat dari kota ini yaitu Kampung Adat Bena |
Beberapa hari sebelum kepulangan ke tanah
Jawa, saya memang di bebaskan dari tugas. Waktu pun saya manfaatkan untuk berkumpul
dengan orang-orang di sekitar. Satu jam perjalanan ke kota Bajawa, di situlah
tempat saya bertugas dulu. Setahun menjalani semuanya ternyata begitu banyak kenangan
yang terangkai. Semua kisahnya saya tulis rapi agar kelak ketika ingatan sudah
berkurang maka tulisan itulah yang bercerita.
Malam itu di rumah Mama semua anggota keluarga
sudah berkumpul. Tetapi, ada sesuatu yang tak seperti biasanya di rumah Mama. Saya
menatap satu per satu orang yang ada di rumah, Bapa, Mama, dan Kakak. Begitu
saya menyebut mereka sehari-hari selama tinggal di rumah itu.
“Wid,
kakak ti bisa kasih apa-apa dengan kau. Kau bawa e ini kain tenun. Kau pakai
untuk syal saat kau pesiar-pesiar”
, ucap Kakak.
“Bapa
dan mama juga ti bisa kasih apa-apa dengan kau. Mama hanya bisa kasih ini kain,
kau pakai kalau kau rasa dingin e. Kau harus ingat kalau kau pu keluarga di
sini. Jangan lupa kami e”,
imbuh Mama.
Mata saya berkaca-kaca mendengarnya,
sedih bercampur haru. Ucapan mereka seolah menandakan bahwa saya tidak akan
kembali ke rumah itu lagi. Tetapi, saya tidak akan melupakan mereka sampai
kapan pun. Mereka mengajarkan saya tentang persaudaraan dan kebersamaan, dari
saya yang bukan siapa-siapa di rumah itu hingga menjadi bagian dari keluarga.
Kain tenun syal pemberian Kakak |
Kain pemberian Mama dengen motif seperti pada gambar. Foto tersebut diambil oleh saya dan diperagakan oleh murid saya |
Sehelai kain tenun dari Mama dan Kakak membuat
saya merasa berarti untuk mereka. Kain tenun tentu bukan sembarang kain dan
harganya pun mahal. Untuk kain tenun syal saja bisa dihargai 150 ribu rupiah
sedangkan kain tenun yang besar seperti sarung harganya mulai dari 400 ribu
rupiah hingga jutaan rupiah. Itulah yang membuat saya merasa bahwa kain tenun
yang diberikan tak semata hanya sebuah kenangan tanpa arti.
Berbicara tentang kain tenun rasanya tak
lengkap jika tak membahas tentang kain khas Bajawa itu sendiri. Kain tenun yang
sering di pakai oleh masyarakat Bajawa merupakan kain yang berbentuk seperti sarung.
Motif kain tenun Bajawa berwarna hitam dan kuning yang menandakan kesetiaan. Kain
tenun tersebut biasanya digunakan pada acara-acara adat, kematian maupun acara
penting lainnya. Menurut adat, seseorang yang menggunakan kain tenun merupakan
orang yang sudah dewasa dalam adat dan disegani.
Kain tenun Bajawa digunakan pada acara adat |
Acara adat selalu menggunakan kain tenun |
Kampung Adat Bena, salah satu kampung adat yang memproduksi kain tenun Kain tenun syal yang selalu saya bawa ketika traveling |
Kini, kain tenun syal pemberian
Kakak selalu saya bawa ketika traveling
kemanapun, bahkan hingga luar negeri. Dan kain yang Mama berikan kepada saya
juga selalu menemani tidur malam. Konon ketika seorang laki-laki memberi kain tenun pada perempuan menandakan bahwa kain tersebut sebagai simbol cinta. Tetapi, bagi saya siapapun yang memberi kain tenun itu merupakan simbol cinta mereka kepada
saya yang akan terus saya kenang dan jaga baik-baik. Rupanya, ketika saya
selalu tidur dan berpergian dengan kain itu, saya selalu ingat mereka seperti
layaknya keluarga kandung. Semoga, kelak saya bisa kembali ke kota Bajawa untuk
mereka yang begitu menyayangi saya.
Bagus...jadi pengin ke Bena. Semoga menang , ya.....
ReplyDeleteAmiin...ayok ke sana lagi, ke rumah sa pu mama *logatBajawa.
ReplyDeleteayo datang ke sini lagi mba,,,nih guru2 SMP SATAP KURUBHOKO pada kangen nih,,,,
DeleteGanti tema blog ya, Mbak. Kayaknya kemarin bukan ini hehehe. Akkk BAJAWAA, kangeenn. *kayak udah ke sono aja nih akunya, hehehehe.
ReplyDeleteSemoga menang, Mbak :D
Iyaa ganti biar tampilannya simple. Saya jg rindu saya punya mama mba *logatFlores :(
ReplyDeleteDoakan menang ya mba :)
Duuuhh jadi.makin pengen.ke flores ni jadinya
ReplyDeleteSalam.kenal ya
Q tgl disana setahun aja msh kurang Makk . . . Salam kenal jg makk :)
ReplyDeleteKapan-kapan Mbak Wid ke Maghilewa, juga kampung tradisional.
ReplyDeleteMaghilewa, sebuah kampung tradisional di Kabupaten Ngada, tepatnya di Desa Inerie, Kecamatan Inerie, Kabupaten Ngada. Untuk sampai ke Maghilewa melalui kota kecil Aimere, terus ke arah timur sekitar delapan kilometer, nanti sampai Malapedho, lalu dengan Oek ke kampungtradisional Magilewa ke arah lereng gunung Inerie.
ReplyDeleteSaya pernah ke aimere, sebelah mananya itu? dulu teman tugas disitu
ReplyDelete