Menapaki Sisa Sejarah di Kaki Gunung Lawu
Bangsa
yang besar merupakan bangsa yang tak pernah melupakan sejarahnya, apapun itu.
Sejarahlah yang membuat bangsa kita kaya akan keragaman budaya. Tak ada
salahnya, sesekali cobalah mengintip sisa sejarah yang konon katanya seperti
bangunan peradaban Suku Maya di Amerika sana.
Siang itu, biru mewarnai langit saat saya
tiba di pelataran candi. Di kejauhan tampak bangunan dengan desain yang
sederhana, tak seperti candi-candi lain yang lebih detail bangunannya. Hanya ada
satu candi saja yaitu Candi Sukuh, terlihat seperti tumpukan batu saja karena
memang tak banyak relief yang menghiasi dinding candi. Beberapa patung di
pelataran menjadi penghias candi. Tak butuh waktu lama untuk mengitari seluruh
bagian candi. Saya pun sejenak menyempatkan diri untuk singgah di warung sate kelinci
di lingkungan candi, makanan khas daerah pegunungan. Hawa sejuk yang berhembus
membuat perut terasa lapar dan butuh minuman hangat. Saya pun memesan satu
porsi sate kelinci dan teh panas.
|
Candi Sukuh |
|
Sate Kelinci |
Puas menikmati kuliner khas pegunungan,
saya pun beranjak menuju ke Air Terjun Parang Ijo karena Air Terjun Tawangmangu
terlalu mainstream bagi saya. Letaknya
tak begitu jauh dari Candi Sukuh tadi. Air terjun ini memiliki anak tangga yang
cukup tinggi seperti Air Terjun Bantimurung di Maros sana, air terjunnya pun
cukup tinggi. Soal indah tak perlu diragukan lagi, cukup memukau pandangan mata
dan menyejukkan udaranya. Bermain air pun sepertinya merupakan hal wajib jika
berkunjung ke sana karena airnya sangat jernih. Saya tak begitu lama di tempat
ini, puas menikmati pemandangan perbukitan dan akhirnya saya pun menuju tempat
selanjutnya yaitu candi yang fenomenal dengan kesamaannya seperti candi pada
Suku Maya yaitu Candi Cetho.
|
Candi Cetho |
|
Pelataran Candi Cetho yang mirip dengan bangunan peradaban Suku Maya |
Candi Cetho dikatakan oleh beberapa pakar
sejarah bahwa memiliki kemiripan dengan bangunan peradaban Suku Maya. Hal tersebut
bisa dilihat dari bebatuan yang terdapat di pelataran candinya. Tak hanya itu, umur
bebatuan yang terdapat di Candi Cetho pun katanya hampir sama umurnya dengan
bebatuan di Suku Maya sana. Saya pun agak terkejut ketika mengunjunginya karena
bentuk bebatuan yang tersusun rapi itu sama persis dengan bangunan peradaban
Suku Maya. Sungguh mengagumkan sekali karena ternyata Indonesia pun kaya sekali
dengan sejarah yang sebenarnya belum kita ketahui. Di bagian belakang Candi
Cetho ini pun terdapat bangunan untuk bersembayang karena terdapat sesaji dan
dupa. Jika berjalan naik ke belakang area Candi Cetho terdapat Candi Saraswati
yang biasanya digunakan untuk upacara hari raya Nyepi.
|
Candi Saraswati |
|
Kebun Teh Kemuning |
Tak sampai disini saja perjalanan saya,
saat kembali pulang melewati hamparan kebun teh yang menarik dan sayang jika
tak disinggahi. Kebun teh Kemuning yang terhampar menghijau itu begitu
menyejukkan sekali. Tak mau terlewatkan, saya pun menyempatkan diri untuk
mengabadikan moment itu. Karena gambarlah
yang kelak akan menjadi cerita untuk saya ceritakan kepada siapapun. Hingga akhirnya
saya pun kembali ke rumah kedua saya, Jogjakarta untuk pulang.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete