Merapi Tak Pernah Ingkar Janji
Sekilas memang seperti judul
lagu, tapi bukan tanpa alasan saya memberi judul tersebut. Lebih dari lima
tahun hidup di Jogja dan selalu memandang gunung tersebut dari kejauhan tapi
ironisnya saya belum pernah mencumbui puncak Garudanya.
Tak ada
tempat untuk berlari dari kejenuhan yang melanda pikiran selain ketinggian dan
kabut. Mereka dua sejoli yang takkan terpisahkan. Saat orang-orang di
sekeliling kota Jogja mulai bersiap untuk merajut mimpi malam, roda motor ini
terus melaju kencang ke arah kaki Gunung Merapi. New Selo adalah tempat untuk
memulai pertualangan ini.
Puncak Garuda, Gunung Merapi |
Tengah
malam, saat berganti hari, kaki ini mulai melangkah menapaki setapak berpasir.
Kabut pun memudarkan cahaya dari lampu senter yang mencoba menerangi jalan,
seakan – akan ingin memeluk. Terus berjalan menyusuri gelapnya malam dan
rimbunnya pepohonan. Haus terasa hingga pangkal tenggorokan yang memaksa
ratusan mili liter air mengalir di dalamnya. Sesekali nafas ini pun harus
bekerja lebih santai agar tak terlihat seperti orang berlarian. Satu demi satu
pos, mulai dari batas ladang hingga Selokopo bawah pun terlewatkan. Punggung
agaknya lelah memikul tas, hingga akhirnya merebahkan tubuh untuk melepas lelah
sejenak.
Entah,
ego atau puncaklah yang akan ditaklukan. Tetapi, ketinggian dan kabut pasti
selalu punya cerita yang indah selepas pulang. Kaki kembali menerjang dinginnya
malam menuju Selokopo atas yang hanya dilalui sekitar satu jam perjalanan.
Sekilas tampak tenda berdiri atau pun orang memakai sleeping bag di antara bebatuan. Di Selokopo atas juga terlihat
begitu jelas cahaya bulan yang memancarkan sinarnya, menunjukkan bahwa di depan
adalah Pasar Bubrah. Pikiran mulai menerka, sebegitu dekatkah antara Selokopo
atas dan Pasar Bubrah? Ternyata itu seperti fatamorgana agar kaki ini terus
berjalan menuju ke sana. Satu jam melewati bebatuan dan pasir yang berdebu.
Akhirnya cahaya bulan membawa kaki ini ke Pasar Bubrah.
Ratusan
tenda yang berdiri terhampar di Pasar Bubrah. Tetapi, kaki terus melangkah dan
kepala kian menengadah ke atas. Tiba-tiba terdengar celoteh sahabat “Kalo hampir 90 derajat sepertinya
aku nggak sanggup. Lihat, tebing dan bebatuannya kalo seandainya terjatuh.
Semampunya saja ya…”.
Tracking dari Pasar Bubrah ke Puncak |
Gunung Merbabu dari Pasar Bubrah |
Matahari Terbit di Puncak Garuda |