Menyusuri Sudut Kota Kuala Lumpur
Banyak orang beranggapan rumput
tetangga lebih hijau. Tetapi semua itu perlu pembuktian, tak sekedar opini
tanpa fakta. Dan seusai dari Negeri Merah, Melaka, saya mengayunkan kaki untuk
melangkah ke kota terakhir dalam perjalanan ini. Welcome to Kuala Lumpur .
. .
Hampir
empat jam bus dari Melaka melaju kencang ke Kuala Lumpur, perjananan ini
berakhir di Terminal Bersepadu Sentral (TBS). Kala itu pukul 9 malam, seperti
berpacu dengan waktu yang tak ingin terjebak di jalanan sampai larut malam. Dengan
menggunakan LRT akhirnya bisa tiba di Central Market, masih dilanjutkan mencari
alamat hostel yang sudah dipesan. Ternyata hostel tersebut tak jauh dari
stasiun Central Market atau Pasar Seni, Fernloft Hostel namanya. Bagi saya itu
sangat murah, bayangkan dua malam menginap di situ hanya 42RM atau setara
dengan 150 ribu rupiah. Setibanya di hostel pun langsung bersih diri dan
istirahat, esok pagi pertualangan yang sesungguhnya sudah menanti.
Seusai
sarapan, perjalanan bermula dari stasiun Central Market menuju Batu Caves yang
ditempuh kurang lebih 45 menit menggunakan Rapid KL. Jika di sepanjang
perjalanan mengalihkan pandangan keluar jendela rasanya negeri ini tak jauh
berbeda dengan tanah kelahiran. Memang dalam beberapa hal negeri ini jauh lebih
baik. Ahh lupakan . . . Batu caves merupakan goa yang sangat besar dengan
patung yang super besar pula, biasanya digunakan untuk sembahyang orang-orang
India. Uniknya, objek wisata di negara ini banyak yang gratis, jadi cukup
menghemat cost. Di tempat ini pula
harus melewati ratusan anak tangga yang cukup tinggi. Alangkah baiknya tidak
memaksakan diri jika tidak kuat.
Batu Caves dengan Ratusan Anak Tangga |
Menikmati
udara Batu Caves rasanya tak cukup membuat puas. Lekaslah berbalik arah menuju
Kuala Lumpur, menara kembar Petronas yang cukup fenomenal sayang untuk
dilewatkan begitu saja. Sekali lagi untuk menuju ke sini itu free dengan menggunakan bus GO KL.
Menara Petronas |
Kuala
Lumpur tak hanya city tour saja,
wajib mencicipi wisata kuliner dan wisata belanja juga. Kala itu sempat
mencicipi lezatnya masakan Arab dan India di salah satu restoran dekat Central
Market, soal rasa tak diragukan lagi.
Roti Canai khas India dan Teh Tarik |
Untuk
urusan belanja bisa di Chinatown atau bisa juga di Central Market, tapi
bersiaplah miris karena barang yang dijual mirip sekali di Malioboro Jogja.
Untungnya, saya bukan tipe orang yang kelabakan karena belanja. Lelah seharian
menyusuri sudut kota Kuala Lumpur. Malam pun saya habiskan untuk berkumpul
dengan teman-teman Couchsurfing Kuala
Lumpur yang kebetulan sedang merayakan ulang tahun. Disana saya bisa berkenalan
dengan teman-teman backpacker dari berbagai negara yang kebetulan tinggal atau
sedang melancong ke Kuala Lumpur.
Bersama teman Couchsurfing Kuala Lumpur |
Merayakan Ulang Tahun Couchsurfing Kuala Lumpur |
Tak
hanya sampai kehebohan malam sebelumnya, pagi pun berlanjut menyusuri kota
sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan Kuala Lumpur. Bus GO KL mengantarkan
saya menyusuri jalanan di kawasan Dataran Merdeka. Ada Kuala Lumpur City Galery
dengan landmark “I Love KL” yang khas dan Masjid Jamek dengan kesuciannya yang
mewajibkan pengunjung memakai jilbab bagi yang muslim serta jubah bagi yang non
muslim.
Finally, waktu memang terasa sangat
cepat berlalu hingga saya harus kembali ke Indonesia. Kota ini begitu berkesan
dengan sejuta kenangan yang mungkin suatu saat nanti akan saya rindukan. Ya,
pada dasarnya bukankah ini yang kita cari? Perjalanan yang menuai kenangan
indah pasti tak akan pernah terbeli dengan materi. Jadi, teruslah menapaki
sebagian bumi ini biar kita tahu makna esensial dari sebuah perjalanan.Salam hangat dari Kuala Lumpur . . .